Minggu, 18 Januari 2015

Makalah Tentang Dzalim

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)  yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Keyakinan itu dapat menimbulkan berbagai perilaku. Apabila kita berkeyakinan pada hal-al yang baik maka perilaku kita juga ikut baik (perilaku terpuji). Dan begitu pula sebaliknya, apabila kita berkeyakinaan kepada hal-hal yang buruk maka perilaku kita juga ikut buruk atau tercela, misalnya dzalim.

Sejak awal, Islam datang menyeru umat manusia untuk lepas dari kungkungan kedzaliman dan kelaliman. Menyerukan persamaan derajat manusia di muka bumi ini, serta merubuhkan seluruh warisan-warisan jahiliyah yang identik dengan kedholiman. Tak ada lagi kesewenang-wenangan kaum yang kuat, kelaliman penguasa serta kebengisan golongan yang terpandang. Karenanya, tidak heran kalau dalam waktu yang relatif sangat singkat, Islam mendapat tempat istimewa di hati manusia. Khususnya mereka yang lemah dan tertindas.


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Dzalim 
Menurut ajaran islam, dzalim atau aniaya berasal dari kata dzolama-yadlimu-dzulman yang artinya aniaya.  Zalim (Arab: ظلم, Dholim) adalah meletakkan sesuatu/ perkara bukan pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim disebut zalimin. Lawan kata zalim adalah adil.

Kata zalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dho la ma” (ظ ل م ) yang bermaksud gelap. Di dalam al-Qur’an menggunakan kata zhulm selain itu juga digunakan kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim yaitu melanggar haq orang lain. Namun demikian pengertian zalim lebih luas maknanya ketimbang baghyu, tergantung kalimat yang disandarkannya. Kezaliman itu memiliki berbagai bentuk di antaranya adalah syirik.

Kalimat zalim bisa juga digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak adilan dan banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan.

Sejak awal, Islam datang menyeru umat manusia untuk lepas dari kungkungan kedzaliman dan kelaliman. Menyerukan persamaan derajat manusia di muka bumi ini, serta merubuhkan seluruh warisan-warisan jahiliyah yang identik dengan kedholiman. Tak ada lagi kesewenang-wenangan kaum yang kuat, kelaliman penguasa serta kebengisan golongan yang terpandang. Karenanya, tidak heran kalau dalam waktu yang relatif sangat singkat, Islam mendapat tempat istimewa di hati manusia. Khususnya mereka yang lemah dan tertindas. Hal ini tergambar dari ucapan seorang Rib’iy bin Amir tatkala berdiri gagah di hadapan panglima tentara Persia, Rustum,

الله ابتعثنا لنخرج من شاء من عبادة العباد إلى عبادة الله، ومن ضيق الدنيا إلى سعتها، ومن جور الاديان إلى عدل الاسلام
Artinya : “Sungguh Allah Ta’ala mengutus kami untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama menuju penghambaan hanya kepada Allah, melepaskan lilitan belenggu kesempitan dunia menuju kebebasan, serta mengeluarkan mereka dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam”. (Lihat: al-Bidayah Wa al-Nihayah, Ibnu Katsir, 7/47).

Sebuah pernyataan jujur, lahir dari hati kesatria yang tulus, hingga tetap membekas sekalipun kesombongan dan kecongkakan berupaya mencegatnya. Ketahuilah, harta, darah dan kehormatan seorang muslim haram atas muslim yang lain. Dalam konteks apapun, tidak dibenarkan merampas harta, menumpahkan darah atau mencemarkan kehormatan seorang muslim kecuali dengan alasan kebenaran. Ini dipertegas oleh Sabda Rasulullah SAW ketika haji wada’ (perpisahan):

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
Artinya : “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram (untuk ditumpahkan, dirampas dan dicemarkan), seperti haramnya hari kalian ini, di negeri ini (makkah), dan bulan kalian ini”. (HR. Imam Bukhari no: 65, Muslim no: 2137, Abu Daud no: 1628, al-Tirmidzi no: 2085 Ibnu Majah no :3046)

Olehnya, syariat Islam yang agung memberi perhatian besar terhadap perkara-perkara tersebut. Setelah sebelumnya keadilan berada di titik nadir kehancuran. Misalnya, menindak tegas pembunuh jiwa yang suci (qishash), menghukum dengan sekeras-kerasnya para penyamun (Qs. 5:33), serta menegakkan hukum cambuk bagi orang yang suka menuduh tanpa bukti dan saksi yang dapat dipertanggung jawabkan. (Qs. 24:4).

2. Macam-Macam Dzalim
Ali Ibn Abi Tholib r.a.,  menyatakan bahwa kezaliman itu ada tiga macam yaitu :
1.      Kezaliman terhadap Allah (Syirik)
Dholim kepada Allah Ta’ala. Dalam artian mengangkat dan menjadikan sekutu bagi-Nya dalam urusan peribadatan. Dan ini merupakan puncak kadholiman yang paling tinggi. Ketika Rasulullah SAW membaca ayat Al Qur’an yang berbunyi: “Dan orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedholiman”. (Qs. Al An’am/6:82).

Syirik merupakan pandangan dan kepercayaan yang mengingkari bahwa Tuhan adalah Maha Esa dan Maha Kuasa. Jika tidak maha Esa, maka ada yang lebih dari satu Tuhan. Jadi harus ada Tuhan selain Allah, Tuhan maha Esa itu sendiri. Lalu konsekuensinya, berarti tuhan yang lain tentu berasal dari kalangan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, termasuk sesame manusia. Akibatnya ialah bahwa manusia musrik itu mengangkat dan mengagungkan sesama alam atau sesama manusia lebih dari semestinya.

Kepercayaan itu dalam antropologi budaya, dikenal sebagai system mitologis yaitu pandanangan yang tidak benar kepada alam sekitar atau manusia (misalnya, Raja yang dianggap keturunan dewa, dan lain-lain), pandangan yang tidak sejalan dengan sunnatullah dan takdir untuk ciptaanya disebut sebagai kedzaliman. Karena syirik mempunyai makna menempatkan sesuau tidak pada tempatnya dan berdampak merendahkan harkat martabat manusia. Pada hal manusia adalah puncak dari ciptaan Tuhan. 
Para sahabat merasa berat dan khawatir, hingga wajah mereka berubah. Mereka lantas berkata:

أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ كَمَا تَظُنُّونَ إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ:  يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ 
Artinya : “Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak pernah berlaku dholim?. Maka Beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda; “Bukan seperti apa yang kalian duga, ia (kedholiman dalam ayat tersebut) adalah sebagaimana perkataan Luqman kepada anaknya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya memprsekutukan (Allah) adalah benar-benar kedholiman yang besar”. (Qs. Luqman/31:13). (HR. Bukhari no: 6424, Ahmad no: 4019).

2.      Kedzaliman Terhadap Diri Sendiri, Keluarga 
Artinya, membenani diri diluar batas kemampuannya. Termasuk membebaninya  dengan ibadah yang berlebihan. Padahal Allah tidak pernah membebani hamba-Nya melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Sebagian besar manusia memiliki kebiasaan untuk melakukan perbuatan yang dikelompokkan sebagai dosa kecil, baik dengan sengaja atau pun tidak. Pada hal sesungguhnya perilaku dosa sekecil apapun merupakan kedzaliman yang harus ditinggalkan. Walaupun dalam kenyataanya manusia memang tidak mungkin bebas sama sekali dari kesalahan. Sebagaimana ungkapan dari bahasa Arab “al-insanu mahall al-khata; wa al-nisyan” yang artinya manusia adalah tempat salah dan lupa. Oleh karena itu, kita selalu beristighfar dan berdo’a agar Allah mengampuni segala perbuatan yang dilakukan akibat lupa atau alpa yang menjadi tabiat manusia. 

Rasulullah shallallahu alaihi wasalam membenarkan Salman tatkala berkata kepada Abu Darda' tatkala Salman mencegatnya sholat semalam suntuk serta berpuasa setiap hari:

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ 
Artinya :"Sungguh dirimu terdapat hak atasmu, keluarga dan istrimu pun terdapat  hak atas dirimu, maka berikanlah hak setiap pemilik hak itu”. (HR Bukhari no: 1832, al-Tirmidzi no: 2337)

Perkataan ini merupakan nasehat yang sangat mulia. Seorang, jika menghabiskan  malamnya dengan ibadah dan siangnya dengan berpuasa, sudah tentu akan melalaikan hak tubuh  mendapatkan istirahat dan makanan yang cukup. Juga hak keluarga memperoleh penghidupan yang layak, serta hak istri untuk mendapat nafkah batin dari suaminya.      

3.      Kedzaliman Terhadap Sesama Manusia
Kedzaliman terhadap sesama manusia akan berdampak pada rusaknya seluruh masyarakat. Maka setiap orang ber kewajiban mencegah kedzaliman dimasyarakat.

Orang yang dholim pada umumnya senantiasa bersikap kasar, bermusuhan dan menyakiti perasaan orang lain karena tabiat buruk yang dimilikinya. Seorang yang dzalim suka mengumbar lidah dengan bergunjing, namimah dan memfitnah. Mereka selalumengabaikan  kepercayaan yang diberikan kepadanya. Senantiasa memutar balikan fakta sehingga membingungkan masyarakat. Menyampaikan pesan kebatilan, dan mengarahkan untuk mengabaikan nilai-nilai norma. Sebab dengan cara itu orang dzalim mendapatkan kesenangan dan kepuasan.

Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang orang yang mendholimi saudaranya dengan merampas atau menggusur tanah miliknya:

مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
Artinya : “Siapa yang berlaku dholim terhadap sejengkal tanah (milik orang lain), kelak akan digantungkan pada hari  kiamat kelak tujuh lapis bumi (yang ia dholimi) dilehernya”. (HR. Bukhari no: 2959, Muslim no: 3022).

3. Akibat Dari Perbuatan Dzalim
Ketahuilah, perbuatan dholim tidak akan pernah membuahkan kebaikan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, segala sesuatu yang diperoleh melalui jalan kedholiman baik itu berupa harta, pangkat, jabatan dan lainnya, pasti akan berujung kebinasaan dan kehinaan. Olehnya hati-hati berlaku dholim, karena ia akan menelurkan banyak mudharat bagi pelakunya, di antaranya: 
Pertama: Dholim adalah kegelapan pada hari kiamat.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَ
Dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Takutlah kalian dari berlaku dholim, sesungguhnya kedholiman adalah kegelapan pada hari kiamat kelak”. (HR. Muslim no: 4675, Ahmad no: 13973).  

Artinya, sikap dholim akan memadamkan cahaya penuntun yang dibutuhkan seorang hamba pada hari itu. Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang munafik yang dholim terhadap diri mereka sendiri ketika terusir dari keinginan mendapat imbasan cahaya orang-orang beriman. “Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: 
“Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu”. Dikatakan (kepada mereka): “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)”. (Qs. Al Hadid/57:13). 

Kedua: Dzalim membuat pelakunya bangkrut pada hari kiamat. 
Sungguh, manusia paling celaka dan merugi adalah mereka yang datang pada hari kiamat dengan limpahan amal kebaikan, namun sayangnya amal-amal itu tidak mendatangkan sedikitpun manfaat baginya. Mereka sebagaimana disifatkan oleh Allah dalam kitab-Nya. “Bekerja keras lagi kepayahan. Memasuki api yang sangat panas (neraka)”. (Qs. Al Ghaasyiyah/88:3-4).
Termasuk diantaranya, mereka yang kerap melakukan tindakan kedholiman terhadap orang lain. Rasulullah Shalllallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?. Para sahabat menjawab : “Orang yang bangkrut di antara kami adalah mereka yang tidak memiliki dirham dan tidak pula perhiasan”.  Kemudian beliau bersabda: “Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada hari kiamat kelak dengan pahala shalat, puasa, dan zakat. Akan tetapi ia pernah mencela ini, menuduh ini, makan harta ini, membunuh itu, memukul itu. Maka diambil amal kebaikan-kebaikannya dan diberikan  kepada orang-orang ia dholimi. Jika kebaikan milikmua telah habis, maka diambil kesalahan-kesalahan (orang yang ia dholimi) kemudian dipikulkan ke atas pundaknya. Baru kemudian ia di campakkan ke dalam api neraka”. (HR. Muslim no 4678, al-Tirmidzi no: 2342, Ahmad no: 7686, al-Thabarani no: 561).

Ketiga:  Doa orang terdholimi pasti  diijabah oleh Allah, sekalipun berasal dari orang fajir.
Ibnu Abbas ra berkata, ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau berpesan kepadanya:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
Artinya : "Takutlah terhadap doa orang yang terdholimi, sesungguhnya tidak ada antara dia  dan Allah Ta’ala tabir penghalang”. (HR. Bukhari no: 1401, Muslim no: 27, Abu Daud no: 1351, al-Tirmidzi no: 567, al-Nasaai no: 2475).

Ingat, doa orang tertindas pasti memperoleh ijabah dari Allah Ta’ala kendati keluar dari lisan pelaku dosa dan maksiat. Hal ini dipertegas oleh Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah ra secara marfu’:

دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ وَإِنْ كَانَ فَاجِرًا فَفُجُورُهُ عَلَى نَفْسِهِ
Artinya : “Doa orang yang terdholimi pasti makbul, kendatipun ia seorang yang fajir (pelaku maksiat), karena kefajiran tersebut untuk dirinya sendiri”. (HR. Ahmad no: 8440. Hasan).

Bahkan, akan dijawab oleh Allah Ta'ala kendati keluar dari lisan orang kafir, sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
Artinya : "Takutlah terhadap doa orang yang terdholimi, kendati berasal dari orangkafir, sesungguhnya tidak ada antara dia  dan Allah Ta’ala tabir penghalang”. (HR. Ahmad no: 12091, dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no: 767).

Dari keterangan beliau ini, kiranya cukup buat kita untuk takut akan rintihan dan munajat orang-orang lemah dan tertindas di sekitar kita. Doa yang mereka lantunkan adalah doa yang sanggup menggetarkan pintu-langit. Semuanya akan dijawab oleh-Nya, sekalipun  berasal dari para pelaku maksiat dan orang kafir. Maka bagaimana kiranya jika doa tersebut dilantunkan oleh orang-orang shaleh yang berjuang melawan kedurjanaan serta membela kebenaran dan keadilan !? Wallahul musta’an!.

4. Akhir Dari Kedzaliman
Kalau kita berkaca pada peristiwa-peristiwa lalu, akan tampak bagi kita bahwa kesudahan dari kedholiman yang dilakoni manusia di atas muka bumi adalah kebinasaan dan kehinaan. Dan sungguh dalam peristiwa-peristiwa tersebut terpendam pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”.(Qs. Yusuf/12:111). Lihatlah akhir dari kelaliman tirani Fir’aun dan Namruz. Tak ada yang tersisa bagi keduanya melainkan keping-kepng kehinaan yang terus dikenang hingga hari kiamat. Demikian pula akhir dari rezim Al Hajjaj Ibnu Yusuf yang terkenal bengis dan kejam. Ia pun binasa  dalam kehinaan, sepekan setelah meluncur doa dari lisan Said Ibnu Jubair ketika beliau akan dieksekusi:

اللهم لا تسلطه على أحد بعدي
Artinya : “Wahai Allah, Jangan engkau biarkan ia menguasai (mendhalimi) seorang-pun setelahku". (Lihat: al-Bidayah Wa al-Nihayah, Ibnu Katsir 9/116).

Olehnya, hendaklah orang-orang yang berpikir mengambil i’tibar. Tindakan dholim pada orang lain, pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari Zat yang selalu membela kaum lemah dan tertindas. Dan Dia maha berkuasa atas segala sesuatu. “Sungguh pada hari kiamat kelak akan ditunaikan (dikembalikan) semua hak-hak kepada pemiliknya, hingga kambing yang bertanduk pun akan digiring (pada hari itu) dan diputuskan lantaran pernah menyeruduk kambing yang tak bertanduk, (baru setelah itu mereka dikembalikan menjadi tanah”. (HR. Muslim). Wallahu a’lam.

5. Ancaman Bagi Orang Yang Berbuat Dzalim
Perbuatan zalim sangat tidak di sukai Allah dan Rasulnya.Seperti riwayat dari HR Muslim berikut ini.
"Wahai hambaku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya(kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku dzalim..." (HR Muslim).


Kita sesama hamba Allah diharamkan jika berbuat zalim antara itu dengan yang lain. Sudahkah kita tidak berlaku zalim kepada saudara, teman dekat kita hari ini. Semoga bisa di jadikan uswah dan pelajaran dengan riwayat tersebut di atas. Khususnya buat penulis dan semua kawan-kawan pada umumnya.
Menurut syariat Islam, orang yang tidak berbuat zalim bisa saja terkena siksaan, keyakinan ini berdasarkan dalam salah satu ayat. Allah berfirman:
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfaal 8:25).


Ayat tersebut berisi peringatan untuk berhati-hati (hadzr) akan azab yang tidak hanya menimpa yang zalim saja, tetapi menimpa secara umum baik yang zalim maupun yang tidak zalim. Karena itu secara syar’i, wajib hukumnya bagi orang yang melihat kezaliman/kemunkaran dan mempunyai kesanggupan, untuk menghilangkan kemunkaran itu.

6. Cara untuk menghindari perbuatan dzalim
Cara untuk menghindari perbuatan dzalim yaitu :

  1. Selalu berusaha untuk mengingat dan mendekatkan diri Allah.
  2. Meyakini bahwa Allah selalu melihat perilaku yang kita lakukan setiap saat.
  3. Meyakini bahwa Allah akan membalas segala perbuatan yang dilakukan. Apabila yang kita lakukan baik maka Allah akan membalas dengan hal yang baik dan begitu pula sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan 
Dalam ajaran islam, Dzalim merupakan perilaku tercela yang harus dihindari setiap Mu’min. Karena sesungguhnya perbuatan dzalim dapat merugikan pelakunya dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Agar setiap Mu’min tidak terjebak pada perbuatan dzalim maka harus memahami salah satu sifat tercela ini (dzalim), kemudian secara konsisten menjaga diri agar tidak terjerumus pada perbuatan dzalim. 
Setiap perbuatan tercela itu akan menimbulkan banyak madhorot, jadi jauhilah perbuatan-perbuatan yang tercela sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang baik dihadapan manusia dan Allah SWT.

0 komentar:

Posting Komentar